Kamis, 08 Desember 2016

KESAN-KESANKU



Penulisan Kreatif??? Kesan saya pada mata kuliah Penulisan Kreatif yang saya dapat di semeater 5 Jurusan PGMI ini memang beda dari mata kuliah yang lain. Dari dosennya sendiri sudah terlihat unik, kadang terlihat killer dengan kata-kata khas darinya "Heey" yang tak segan-segan keluar ketika banyak mahasiswa yang rame berbicara sendiri ketika dijelaskan. Tapi tak jarang juga beliau memberikan sejuta pengalaman baru kepada kami. Dengan hobinya membaca dan kaya akan ilmu, kami ditransfer dan bahkan dibentuk agar menjadi calon pendidik yang berkualitas punya hobi membaca untuk meperkaya pengetahuan dan menulis supaya tidak ditelan oleh peradapan. Dengan tuntutan tugasnya yang selalu menumpuk disetiap pertemuan, secara tidak sadar kami telah dijejali oleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam menulis agar bisa menghasilkan suatu karya.
Mungkin tak jarang kami mengeluh dan merengek dengan tugas yang di berikan, bagaimana tidak? Dari awal masuk saja datang harus tepat waktu jika terlambat lebih dari 15 menit kebanyakan dosen mungkin tidak akan mengabsen atau bahkan tidak memperbolehkan masuk. Tapi berbeda dengan mata kuliah ini, siapa saja yang datang terlambat lebih dari 15 menit baik laki-laki atau pun perempuan akan ditulis dengan huruf "T" besar di absensi yang artinya adalah "Terlambat". Memang beda dari pada yang lain. Sebenarnya bukan masalah huruf "T"nya tapi malunya itu lo hehe masak absensi "T". Kalau di tanya alasan kenapa telat anak kos pasti serempak jawab antri mandi. Meskipun sedikit menyebalkan tapi dibalik itu semua pasti ada tujuan yang mulia, demi untuk mendisiplinkan kami agar bisa lebih menghargai waktu.
Banyak sekali hal-hal menarik dan pengalaman baru yang kami dapatkan dari adanya mata kuliah Penulisan Kreatif. Dari sebelumnya saya tidak suka membaca, karena mata kuliah Penulisan Kreatif yang mewajibkan di awal perkulihan untuk membaca buku sekarang saya jadi sering meminjam dan membaca buku-buku novel. Dari sebelumnya saya tidak suka bahkan tidak bisa menulis cerita atau cerpen, sekarang saya bisa menulis meskipun ada orang yang menyukai tulisan saya atau tidak tapi yang terpenting saya sudah bisa menyelesaikan setiap tulisan saya itu sudah keren. Dulu saya tidak memperdulikan adanya blog, tapi sekarang berkat mata kuliah Penulisan Kreatif saya memiliki blog sendiri yang isinya postingan tulisan saya sendiri. Salah satu tugas dari mata kuliah Penulisan Kreatif ini adalah untuk membuat resensi, saya memilih untuk meresensi salah satu film islamik dan dari tugas itulah saya menjadi tahu bagaimana melihat kelebihan, kekurangan dan juga manfaat yang dapat diambil dari film tersebut. Tayangan yang tidak hanya menghibur tapi juga bermanfaat jika kita bisa melihat dari sudut pandangnya. Oleh karena itu, saya sangat bersyukur dengan adanya mata kuliah Penulisan Kreatif di Jurusan PGMI ini yang memberikan banyak sekali pengetahuan dan juga ketrampilan bagi kami.
Selama satu semester ini kami selalu dibimbing dan diarahkan bagaimana untuk bisa membuat tulisan yang baik. Dan pastinya dibutuhkan kesabaran yang ekstra untuk menghadapi kami dan rengekkan kami yang tak jarang mengeluh dengan tugas-tugas yang diberikan. Sampai saat ini kami sudah dapat menyelesaikan tujuh karya tulis, yang awalnya kamipun tak ada yang mengira bahwa akan bisa menulis sebanyak itu. Kami sangat berterimakasih kepada dosen mata kuliah Penulisan Kreatif. Karena sudah berkenan berbagi pengalaman kepada kami. Dan untuk ke depannya semoga apa yang sudah bapak ajarkan pada kami dapat bermanfaat dan kami kembangkan sebagai bekal kami menjadi calon pendidik yang berkualitas dan mampu kami ajarkan kepada anak didik kami kelak.

Sabtu, 03 Desember 2016

MENGGALI SEJUTA KEINDAHAN ALAM DI PLOSOK NEGRI

KUPAS TUNTAS KEINDAHAN PANTAI SELATAN
 JOLOSUTRO NAN EKSOTIS

A.    Keadaan Geografis di Wilayah Sekitar Pantai Jolosutro

Pantai Jolosutro merupakan salah satu pantai yang berada di Blitar Selatan yang secara geografis terletak pada 111 25’-112 20’BT dan 757-8 9’51 LS berada di Barat daya Ibu Kota Provinsi Jawa Timur-Surabaya dengan jarak kurang lebih 160 km. Blitar  Selatan termasuk daerah yang kurang subur. Hal ini disebabkan daerah pegunungan yang berbatu, dimana batuan tersebut cenderung berkapur sehingga mengabutkan tanah tandus dan susah untuk ditanami. Tapi lain halnya dengan wilayah disekitar pantai Jolosutro yang memiliki tanah subur dan cocok untuk ditanami tanaman apa saja. Tanah disekitar pantai berwarna hitam dan gambut yang termasuk tanah humus sehingga cocok untuk ditanami tanaman padi, tebu, jagung, cabai, melon, kacang hijau, pohon pisang, dan masih banyak lagi. Banyak warga yang sampai rela berpindah rumah atau membuat gubuk yang berada di dekat pantai untuk bercocok tanam disana, dan memudahkan mereka dalam transportasinya. Karena pantai Jolosutro terletak di dataran rendah dan di bawah pegunungan sehingga jalan menuju lokasi pantai sangat berlika-liku dan curam.
   
    
Lokasi pantai Jolosutro terletak di kabupaten Blitar yang berada di sebelah Selatan Khatulistiwa. Tepatnya terletak antara 1110 401-1120101 Bujur Timur dan 70581-80915111 Lintang Selatan. Hal ini secara langsung mempengarui perubahan iklim. Blitar Selatan atau sekitar pantai Selatan termasuk iklim tipe C.3 dimana rata-rata curah hujan tahunan. Sedangkan suhu tertinggi 30 Celcius dan suhu terendah 18 Celcius perubahan iklimnya seperti di daerah-daerah lain mengikuti perubahan putaran dua iklim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pada musim penghujan banyak dimanfaatkan bagi warga sekitar pantai Jolosutro untuk bercocok tanam. Mulai dari sektor pertanian dan perkebunan. Dan pada musim kemarau sambil menunggu datang musim hujan lagi warga di sekitar pantai memanfaatkan sektor pariwisata pantai dengan berdagang, atau membuka usaha lain ditujukan untuk para pengunjung di area sekitar pantai.


Pada tahun 2015 kemarin juga telah dibuka jalur lintas Selatan yang lokasinya dekat dengan area wisata pantai Jolosutro. Pembangunan jembatan Wonosari 1 dan jalur lintas Selatan tersebut bertujuan untuk membuka akses baru yang berada di Jolosutro-Batas Malang Kab. Blitar. Dengan adanya jembatan dan jalur lintas Selatan akan mempermudah jalur transportasi dari Jolosutro atau Blitar ke Malang sehingga warga sekitar pantai Jolosutro mudah mengakses hasil pertanian dan perkebunan mereka ke kota Malang. Diharapkannya dengan kebijakan pemerintah tersebut dapat meningkat taraf hidup warga di sekitar pantai Jolosutro.



B. Perekonomian di Wilayah Sekitar Pantai Jolosutro


Keadaan topografi juga mempengaruhi tingkat ekonomi masyarakat di wilayah sekitar pantai Jolosutro. Di wilayah Selatan Kabupaten Blitar kondisi geografis yang sebagian besar berupa pegunungan kapur sehingga memiliki jenis tanah grumusol. Tanah grumusol merupakan batu-batuan endapan yang berkapur di daerah bukit maupun gunung yang bersifat tandus dan kurang sehingga menyebabkan sektor pertanian tidak begitu baik. Hal ini mengakibatkan sebagian besar area pertanian berupa tegal yang memanfaatkan air hujan (tadah hujan). Selain itu beberapa tumbuhan yang tidak banyak menyerap air seperti ketela, jagung dan kacang tanah dapat ditanam namun harus pada musim penghujan. Untuk wilayah yang memiliki ketersediaan air yang cukup, jenis tanah di Blitar Selatan khususnya di sekitar pantai Jolosutro cocok ditanami berbagai macam buah seperti semangka dan melon. Saat musim penghujan tiba daerah sekitar pantai mampu menghasilkan hasil panen yang melimpah. Karena lokasi lahan yang berada di dataran rendah dan lembab sehingga mampu menyuburkan semua jenis tanaman seperti padi, ketela, jagung, dll.
        
Tanah di wilayah sekitar pantai yang berkomposisi kapur juga cocok di tanami pohon jati sehingga banyak dijumpai hutan jati untuk industri di wilayah ini. Selain itu juga berbatasan dengan laut yang menyebabkan tumbuhan kelapa cocok tumbuh dan menjadi komoditi lain di sektor perkebunan setelah tebu. Karena sektor pertanian di wilayah Selatan relatif menggantungkan ketersediaan air hujan sehingga produk pertanian tidak dapat diproduksi sepanjang tahun sehingga pendapatan mesyarakat disektor pertanian lebih rendah.  Tetapi keberadaan laut dan pantai ini sangat membantu dalam memperbaiki keadaan ekonomi warga masyarakat. Hal yang dapat diperoleh atau dimanfaatkan dari keberadaan laut dan pantai antara lain:
1.      Adanya pekerjaan sebagai nelayan.
Pekerjaan ini dapat menjadi alternatif untuk mensiasati keadaan pertanian yang kurang bagus. Selain itu dengan membuka area tambak di wilayah pesisir pantai juga mampu menambah ekonomi warga Blitar Slatan atau sekitar pantai Jolosutro.
2.      Di jadikan tempat wisata.
Dengan adanya area wisata ini penduduk sekitar dapat memanfaatkan dengan menarik tiket masuk lokasi wisata, mendirikan jasa parkir kendaraan bagi wisatawan, mendirikan tempat penginapan, mendirikan toko atau warung makanan, mendirikan tempat pemancingan di dekat pantai dan menjual hasil tangkapan ikan kepada wisatawan.
3.      Pasir di pantai Jolosutro mengandung banyak biji besi. Hal ini menjadikan terdapatnya daerah tambang seperti di pantai Jolosutro. Ini mampu menambah penghasilan dan memperbaiki keadaan ekonomi warga masyarakat khususnya di wilayah Blitar Selatan.

C.    Sejarah Asal Mulanya Pantai Jolosutro

 






    
Pantai jolosutro sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Dulu jalannya masih tanah dan sekarang sudah dibangun aspal. Sebab pantai jolosutro dijadikan tempat upacara umat Hindu seperti hari raya Nyepi karena seringnya di pakai untuk upacara umat Hindu. Menurut cerita rakyat di namakan jolosutro karena dulu banyak nelayan yang mencari ikan di pantai dengan menggunakan jala yang terbuat dari sutra, sehingga di sebut pantai Jolosutro. Menurut cerita rakyat pantai Jolosutro dihuni oleh Ratu Pantai Selatan yang biasa disebut Kanjeng Ratu Roro Kidul. Legenda ratu pantai selatan ada 2 versi yang mengenai keberadaan Kanjeng Ratu Roro Kidul yaitu:



Pertama, cerita tentang Kanjeng Ratu Roro Kidul yang berasal dari manusia, kemudian masuk ke alam gaib (jin). Dikisahkan bahwa Kanjeng Ratu Roro Kidul adalah puteri seorang raja dari isteri pertama. Suatu ketika terjadi intrik dalam kerajaan yang dipicu oleh kecemburuan isteri-isteri raja yang lebih muda. Akibatnya, Kanjeng Ratu Roro Kidul dan ibunya diserang suatu penyakit aneh (teluh/santet) dan diusir dari kerajaan. Si ibu menemui ajal, sedangkan Roro Kidul mencari kesembuhan dengan berdiam di kawasan pantai Selatan. Dipantai tersebutlah, ia berjumpa dengan jin penguasa laut yang menjanjikan kesembuhan penyakitnya tetapi dengan syarat Roro Kidul harus ikut ke dalam kerajaan lautnya. Roro Kidul menyanggupinya. Selanjutnya, Kanjeng Ratu Roro Kidul diangkat menjadi ratu setelah penguasa sebelumnya meninggal. Uniknya, asal usul daerah Roro Kidul itu juga beragam. Ada yang mengisahkan, Roro Kidul berasal dari tanah Jawa. Tetapi ada juga cerita Kanjeng Ratu Roro Kidul itu adalah kakak dari Saribu Raja yang merupakan keturunan Raja Batak. Nama asli Kanjeng Ratu Roro Kidul adalah Biding Laut.
Kedua, cerita rekaan buatan manusia. Cerita ini berkaitan dengan kisah Sultan Agung, penguasa Kerajaan Mataram. Dikisahkan, ketika Sultan Agung berkuasa, dia berharap agar rakyatnya hidup tentram dan tidak berniat melakukan pemberontakan sebagaimana pernah dialami kerajaan-kerajaan pendahulunya seperti Singosari, Majapahit, Demak, dll. Didorong untuk mencegah terjadinya pemberontakan itulah Sultan Agung mengeluarkan maklumat seputar kebesaran Kerajaan Mataram. Sultan Agung mengklaim bahwa kekuasaannya bukan hanya meliputi tanah Jawa melainkan mencakup lautannya. Agar supaya klaimnya menjadi logis, maka Sultan Agung memaklumkan pula bahwa dia menjalin kerjasama dengan Kanjeng Ratu Roro Kidul, Penguasa Laut Selatan. Strategi ini cukup jitu mengingat budaya dan tradisi Jawa yang kental dengan aroma mistik. Bahkan beredar pula cerita bahwa pada bulan Suro (Muharram), masyarakat tanah Jawa dilarang mengadakan pesta atau hajatan, karena di bulan itu Kanjeng Ratu Roro Kidul sedang menyelenggarakan hajatan di kerajaan lautnya. Padahal alasan sesungguhnya karena di bulan Suro itu penguasa Mataram mengadakan pesta, seperti pernikahan kerabat kerajaan.
Penuturan 2 orang saksi yang pernah bertemu Kanjeng Ratu Roro Kidul
Pertama, kesaksian Abdul (20 thn), warga Lomanis, Cilacap. Suatu ketika, ia sedang bersantai di pantai pasir putih Pulau Nusakambangan. Menurutnya, dalam jarak sekitar 50 meter dari garis pantai, ia melihat Sang Ratu menaiki kereta kencana yang diiringi ratusan pengawalnya. Ia melihat gaun Sang Ratu sangat panjang yang membentang dibelakangnya. Meski ia melihat mahkota di atas kepalanya Sang Ratu, tetapi wajahnya hanya terlihat dari samping. Penampakan yang ia saksikan sekitar jam 20.00 malam disusul dengan hilangnya kesadaran selama hampir satu minggu. Syukurlah, sejumlah Kyai berhasil menyembuhkannya.
Kedua, kesaksian Ahmad Durriati (70 thn), warga kotagede, Yogyakarta. Pengalaman pertama saat ia bersama putranya sedang mengadakan tirakat di pantai Parang Tritis. Menjelang tengah malam, suatu penampakan luar biasa ia saksikan yakni bangunan tembok setinggi sekitar 5 meter yang membentang sepanjang pantai. Jaraknya kurang lebih 20 meter dari garis pantai. Di beberapa bagian bangunan tembok yang mirip benteng itu, ia dan putranya melihat sejumlah orang yang berada di atasnya, seperti sedang dalam posisi berjaga. Penjaga yang tegak berdiri dengan tombak ditangannya. Pengalaman kedua terjadi saat ia sakit keras sehingga berada dalam kondisi koma. Dalam ketidaksadarannya itu, ia seolah berada dalam kerajaan Roro Kidul. Disana, ia melihat orang-orang yang sedang sibuk bekerja mendirikan tembok-tembok bangunan layaknya sedang ada pembangunan. Uniknya, para pekerja memiliki ekspresi wajah memelas, seperti hendak meminta tolong. Mereka seperti bekerja dalam suasana keterpaksaan. Mereka bertelanjang dada dengan hanya mengenakan celana panjang lusuh. Selain itu, sejumlah pria berwajah bengis berdiri mengawasi para pekerja. Boleh jadi para pekerja itu adalah orang-orang yang ketika hidupnya kerap meminta pesugihan. Selanjutnya, Ahmad Durriati menceritakan saat bertatap muka dengan Roro Kidul. Menurutnya, Sang Ratu duduk di atas kursi singgasana yang lantainya berkedudukan lebih tinggi dari tempat ia duduk. Sejumlah dayang-dayang berdiri sambil membawa kipas.
Kemudian Sang Ratu memberinya sebuah nasehat yang bermakna tauhid.  ‘’Mintalah segala sesuatu kepada Tuhanmu. Jangan meminta sesuatu apapun kepada saya, karena saya tidak berhak memberikannya. Apabila ada manusia yang meminta sesuatu kepada saya. Sebenarnya tidak pernah sekalipun saya memberikannya. Kalau ada manusia yang memuja saya dan meminta sesuatu kepada saya, maka yang memberikan permintaannya adalah dari kalangan warga kerajaan yang memang hendak menyesatkan manusia.’’ Demikian kata Kanjeng Ratu Roro kidul. Sebuh nasehat tauhid yang boleh jadi meruntuhkan semua anggapan bahwa Kanjeng Ratu Roro Kidul sering mengabulkan permintaan manusia yang minta berkah dan pesugihan darinya.
Menurut Ahmad Durriati, apa yang ia alami dalam kondisi koma itu seperti sebuah pemberitahuan bahwa pemujaan dan minta pesugihan hanya sebuah kesia-siaan yang hanya menjatuhkan diri dalam kemusyrikan. Kalapun ada manusia yang berhasil memperoleh harta atau kedudukan dari hasil pesugihan, itu tidak lebih dari pemberian syetan yang memang bertugas menyesatkan manusia. Dalam akhir perjumpaannya, Ahmad Durriati diberi pilihan antara kembali ke keluarganya atau tetap tinggal di kerajaan Laut Selatan. Ahmad memilih yang pertama. Kemudian Sang Ratu mengangkat tongkat dan memukul pundaknya. Seketika ia tersentak dan sadar dari kondisi koma yang ia alami selama beberapa hari.
Dari berbagai informasi yang saya dapat ternyata mitos tentang Ratu Pantai Selatan tidak hanya ada di Jolosutro saja tetapi semua pantai yang berada di Selatan meliputi: Tambak, Jolosutro, Parang tritis, Nusakambang, dan Popoh.

D.    Kehidupan Masyarakat di Wilayah Sekitar Pantai Jolosutro

 
Di daerah sekitar pantai kegiatan masyarakat sangat didominir oleh kegiatan pertanian atau perikanan. Dengan kata lain susunan masyarakatnya merupakan satuan yang bersifat lebih homogen dibanding dengan masyarakat di daerah kota yang bersifat heterogen. Bisa dilihat dari rumah yang ada di sekitar pantai Jolosutro yang sangat sederhana. Mereka tidak berlomba-lomba untuk kemewahan, sangat berbeda dengan kehidupan di perkotaan. Pada umumnya keadaan masyarakat di daerah sekitar pantai bila dilihat dari segi sosial mempunyai sifat statis. Apabila menemukan suatu masalah mereka menyelesaikannya dengan cara musyawarah, karena mereka masih memiliki rasa kekeluargaan yang kuat. Sifat-sifat yang dimiliki masyarakat sekitar pantai Jolosutro:
1.      Mempunyai hubungan kekeluargaan yang sangat erat.
2.      Mempunyai kefanatikan agama yang sangat lekat pada diri mereka masing-masing.
3.      Masih tergolong masyarakat parokial/subjek yang artinya masih pasif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
4.      Masih tergantung pada budaya lokal yang menjadi keseharian.
Dari pengamatan di lapangan dari segi pendidikan dan kesehatan di daerah sekitar pantai Jolosutro itu belum memadai karena di desa tersebut baru ada satu sarana pendidikan itu pun hanya sampai SD kelas 4 saja dan untuk lanjutan kelas 5 dan 6 mereka harus melanjutkan pendidikan di luar desa atau luar kecamatan yang fasilitasnya lebih memadai. Karena kelas 5 dan 6 masih dalam proses pembangunan. Selain sekolahan juga terdapat satu mushola yang di jadikan tempat beribadah oleh warga sekitar pantai Jolosutro. Satu mushola itu digunakan oleh 5 RT. Dan yang paling memprihatinkan dalam segi kesehatannya karena belum terdapat puskesmas atau sarana kesehatan yang lain di sekitar pantai Jolosutro.
   
    
Menurut seorang warga yang saya wawancarai jika ada warga yang sakit atau mau melahirkan pada malam hari dia pun harus pergi ke desa sebelah yang terdapat pukesmas. Dan jarak antar desapun cukup membutuhkan waktu yang lama dan juga jalan yang berlika-liku. Untuk itu warga di sekitar pantai sangat prihatin terhadap segi kesehatan, mereka berharap bahwa pemerintah akan memerhatikan kebutuhan sarana kesehatan warga di pesisir pantai yang dibilang masih jauh dari memadai. 
Dari segi pemerintahan masyarakat di sana hanya mengikuti kebijakan dari desa, tanpa ada usaha untuk memengaruhi kebijakan tersebut. Kalau desa membuat keputusan A masyarakat akan mengikuti kebijakan tersebut selama kebijakan tersebut baik bagi desa. Tanpa adanya inisiatif sendiri dari masing-masing masyarakat. Dilain sisi masyarakat disekitar pantai Jolosutro itu masih sangat homogen dan hubungan mereka atas dasar kekeluargaan, sehingga apabila tetangga mereka ada yang tertimpa musibah maka tetangga yang lain akan membantu atau menjenguk meskipun tidak disuruh. Masyarakat di sekitar pantai Jolosutro sering mengadakan kegiatan gotong-royong terutama pada hari libur masyarakat di sekitar pantai melakukan kegiatan gotong-royong yang disana biasanya disebut dengan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan sekitar desa.
Masyarakat di sekitar pantai mereka memiliki sifat yang homogen dalam hal mata pencarian, nilai-nilai dalam kebudayaan, serta dalam sikap dan tingkah laku. Kehidupan di sekitar pantai lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi artinya semua anggota turut bersama-sama telibat dalam kegiatan pertanian atau pun mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.

E.     Kebudayaan di Wilayah Sekitar Pantai Jolosutro
Upacara Melasti Di Pantai Jolosutro
           
Suasana upacara sakral tampak menghiasi Pantai Jolosutro di Kecamatan Wates Kabupaten Blitar. Ribuan orang berpakaian serba putih, lengkap dengan ikat kepala khas pakaian adat Bali. Ribuan umat. Prosesi "Melasti/Melis" terkait perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1934 di Kabupaten Blitar, umat Hindu melaksanakan ritual wajib di Pantai Jolosutro. Melasti adalah rangkaian upacara sebelum perayaan Hari Raya Nyepi yang terdapat ritual pelarungan dan penyucian simbol-simbol sebelum memasuki perayaan Nyepi. Kegiatan yang melibatkan lebih dari 8 ribu umat Hindu. Ritual Melasti sebagai penyucian diri agar seluruh umat Hindu diberi kekuatan lahir dan batin oleh Sang Hyang Widhi dalam melaksanakan tapa brata atau menahan nafsu duniawi. Dalam ritual Melasti pelaksanaannya menggunakan air sebagai simbol penyucian diri.
  
Kegiatan ritual tersebut bermakna membersihkan "pratima" dan benda yang disakralkan ke laut adalah kegiatan yang diwariskan secara turun temurun. Kegiatan ini bermakna meningkatkan hubungan yang lebih serasi dan harmonis antara sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan. Seperti gambar yang ada di atas bahwa isi dari sesaji adalah berbagai hasil bumi yang nantinya akan dihanyutkan ke laut sebagai sesembahan atau wujud syukur kepada Ratu Pantai Selatan. Umat Hindu yang bermukim dekat pantai dapat melakukan prosesi "Melasti" ke laut dan bagi yang tinggal di daerah pegunungan melakukannya ke danau. Sementara masyarakat yang tinggal di tengah-tengah yakni jauh dari laut maupun gunung "melasti" dapat dilakukan ke sumber mata air terdekat. Kegiatan tersebut bermakna meningkatkan hubungan yang serasi dan harmonis antara sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa.


Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Blitar, Endang Sri Utami T. S.Ag. mengatakan, ritual Melasti dilakukan dengan maksud untuk pembersihan dan pengambilan tirta atau air suci. Tujuan Melasti adalah membersihkan buana agung dan buana alit. Umat Hindu wajib melaksanakan kewajiban Melasti sebelum melaksanakan Penyepian. Di Kabupaten Blitar, ritual Melasti selalu digelar di Pantai Jolosutro. Sejak 20 tahun yang lalu hingga sekarang upacara melasti selalu digelar di Pantai Jolosutro, karena pantai ini memiliki sejarah yang sangat penting bagi umat Hindu. Dari tahun ke tahun ritual Melasti ini semakin banyak diikuti umat Hindu di Kabupaten Blitar dan sekitarnya. Tak hanya umat Hindu di Blitar saja, tapi umat Hindu dari Tulungagung, Malang dan Sidoarjo saat ini telah bergabung di Jolosutro.
Usai melarung sesaji sekitar 8 ribu lebih umat Hindu kemudian melakukan sembahyang yang dipimpin Pedande Singgih Pandita Sutanirmala dari Bali. Dengan menghadap ke arah Laut Selatan, ribuan umat Hindu ini memulai puja dan puji kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan sembahyang berlangsung sekitar 15 menit. Ritual tersebut diakhiri dengan upacara memercikan air suci oleh Pedande Singgih Pandita Sutanirmala dan tokoh Hindu lainnya kepada ribuan umat Hindu yang hadir di Jolosutro. Selain Hari Raya Nyepi upacara atau larungan di pantai Jolosutro juga dilaksanakan pada tanggal 1 Suro/1 Muharram sebagai tahun baru Jawa atau sebagai tahun baru Islam. Salah satu kepercayaan masyarakat Jawa dalam menyambut bulan Suro adalah larung sesaji di laut selatan Jawa. Menurut kepercayaan, upacara Larung sesaji ini adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan menghormati penguasa laut selatan yaitu Nyai Roro Kidul. Nelayan percaya, sedekah laut bisa menghindarkan diri dari kecelakaan laut. Selain itu, nelayan berharap agar di tahun mendatang hasil tangkapan ikan akan naik sehingga bisa meningkatkan pendapatan keluarga.
Sosok Nyai Roro Kidul sendiri sangat dihormati oleh nelayan di pantai selatan. Berbagai macam hal dikaitkan dengan cerita mistis keberadaan ratu pantai selatan Nyai Roro Kidul. Seperti kepercayaan tidak boleh memakai baju berwarna hijau, karena akan ditelan ombak, apabila korban laki-laki akan dijadikan menantu dan apabila perempuan akan dijadikan dayang-dayang. Apabila sedang berlayar ditengah laut dan mendengar suara gamelan kebo giro, harus segera mencari daratan karena kanjeng Nyai sedang mengunduh mantu, kita tidak boleh mengganggunya. Di bulan Suro, masyarakat percaya sebagai bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci sehingga tepat untuk melakukan berbagai macam ritual, termasuk menghormati Nyai Roro Kidul.
Menurut informasi yang saya dapat dari nara sumber bahwa ada beberapa larangan yang harus di ikuti agar pengunjung yang dating ke pantai Jolosutro bisa dating dan pulang dengan selamat, mereka tidak boleh memakai baju berwarna hijau. Konon Kanjeng Ratu Roro Kidul suka dengan warna hijau. Dan banyak warga yang beranggapan bahwa orang yang datang ke pantai memakai baju berwarna hijau bisa terbawa ombak. Tidak boleh mandi di laut, karena ombaknya yang besar sehingga di harapkan jika berkunjung di pantai Jolosutro jangan terlalu dekat atau bahkan berenang di laut. Selain itu juga harus bertingkah laku sopan dan beradap, jika datang ke pantai tersebut dengan pasangan yang bukan muhriknya atau dengan pacarnya harus menjaga lisan dan perilakunya. Jangan sampai berbuat tidak senono karena itu bisa mengundang amarah dari Kanjeng Ratu Roro Kidul. Ada juga yang berpendapat bahwa pasangan pemuda berpacaran yang datang berkunjung ke pantai Selatan tidak akan bisa awet atau suatu saat akan pisah. Jadi ada larangan tapi tidak tertulis bahwa sebaiknya untuk pasangan pemuda berpacaran tidak berkunjung ke pantai Selatan. Entah itu hanya mitos atau fakta karena peneliti belum sampai membuktikan pendapat tersebut.